Peran KPU Kabupaten/Kota Dalam Meningkatkan Kualitas Demokrasi Lokal
Oleh : Tohirin (Anggota KPU Kabupaten Ciamis Divisi Perencanaan Data dan Informasi)
Demokrasi dalam diskursus wacana dan dialektika pemikiran para kritikus dan pembelanya merupakan wacana lama, namun tak pernah usang dibaca, dianalisa, digugat, dipertanyakan, dikuliti, dibela, dipelihara dan lain sebagainya. Tak ada yang salah dengan berwacana justru dari situlah pencerahan bermula. Karena dalam dunia akademik atau dunia keilmuan wacana lama yang dikaji lalu diteliti dan menghasilkan sesuatu yang baru dan berimplikasi pada kemajuan serta berdampak kemaslahatan merupakan tindakan yang bernilai istimewa. Demikian juga demokrasi lokal merupakan wacana lama yang akan berumur panjang jika masih banyak yang terus mewacanakan dan secara kontinnyu menambal pelbagai kekurangan dalam pengaplikasiannya.
Demokrasi lokal (mengadaptasi pemikiran Lyman Tower Sargent) secara sederhana didefinisikan sebagai aplikasi nilai-nilai demokrasi yang mewujud dalam proses-proses pengambilan keputusan maupun pergantian kepemimpinan di tingkat lokal secara demokratis (Sunarso, 2015). Tingkat lokal sebagaimana dimaksud meliputi lembaga-lembaga pemerintahan lokal seperti kabupaten atau kota, DPRD, komite-komite, dan pelayanan administratif, serta dalam pengorganisasian dan aktivitas masyarakat (International IDEA, 2002).
Secara formal kewilayahan administratif demokrasi dapat dilihat secara nasional maupun lokal. Sedangkan dalam konteks penilaian pengejawantahan nilai-nilai demokrasi baik secara nasional atau lokal maka diperlukan alat ukur demokrasi agar dapat ditentukan skornya.
The Economist Intelligence Unit (EIU) lembaga riset dan analisis yang berpusat di London (Inggris), merupakan salah satu lembaga yang konsen dalam mengukur kualitas demokrasi negara-negara di dunia. Produk yang dihasilkan dari aktivitasnya adalah indeks demokrasi. Berdasarkan laporan EIU Tahun 2025 mengenai Indeks Demokrasi Tahun 2024, Indeks Demokrasi Indonesia mencapai skor 6,44 dari skala tertinggi 10. Perolehan ini menempatkan Indonesia berada pada peringkat ke-59 dari total 167 negara. Dari lima hal yang diukur, skor terendah Indonesia ada pada ranah budaya politik (5,00) dan kebebasan sipil (5,29). Sedangkan skor tertinggi didapat dari dimensi proses elektoral dan pluralisme (7,92) diikuti partisipasi politik (7,22), dan berfungsinya pemerintahan (6,79). Skor ini membuat Indonesia masuk dalam kategori negara dengan demokrasi yang cacat (flawed democracy).
Pasca Pemilu serentak Tahun 2024 menuju Tahun 2029, Bangsa Indonesia setidaknya dihadapkan pada kemungkinan-kemungkinan perubahan signifikan Undang-Undang Pemilu dan probabilitas disrupsi politik yang note bene berpengaruh terhadap skor indeks demokrasi. Hal ini tentu saja tidak hanya berpengaruh secara nasional tetapi juga pada wilayah lokal.
Di sisi lain eksistensi KPU sebagai lembaga nasional, tetap dan mandiri, seiring berjalannya waktu dipandang sebagai komponen keempat dalam konsep quadru politica dalam arti mikro menurut Jimly Asshiddiqie. Konsep quadru politica dalam arti mikro adalah ragam fungsi kekuasaan negara yang dibedakan atas fungsi fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif; dengan ditambah satu cabang kekuasaan baru lagi, yaitu fungsi pengelolaan sistem pemilu demokratis. Fungsi terakhir dewasa ini tercermin dalam kedudukan dan fungsi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilihan umum.
KPU sebagai bagian dari pilar keempat, dalam konteks meningkatkan kualitas demokrasi diyakini memiliki peran strategis yang melekat dengan tugas, kewenangan, dan kewajiban KPU itu sendiri. Demikian juga dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berada pada posisi kongruen dalam konteks meningkatkan kualitas demokrasi dalam skala lokalnya.
Upaya Membalikkan Keadaan
Mengubah sesuatu yang rumit atau kompleks memang tidak semudah membalikkan telapak tangan tetapi hal itu juga sebaiknya bukan merupakan alibi atau pembelaan atas ketidakberdayaan dalam menggulirkan perubahan. Walaupun memang harus diakui juga bahwa mengubah hal rumit dan kompleks meniscayakan kerja cerdas kolaboratif pentahelix dan kerja keras semua elemen secara konsisten dan berkesinambungan (sustainable).
Titel yang disematkan kepada Negara Indonesia sebagai negara dengan demokrasi yang cacat (flawed democracy) karena nilai indeks demokrasi yang rendah harus menjadi pemicu atau pemantik untuk membalikkan keadaan.
Sebagaimana telah disampaikan bahwa parameter indeks demokrasi adalah budaya politik, kebebasan sipil, elektoral dan pluralisme, partisipasi politik, dan berfungsinya pemerintahan.
Beberapa upaya yang telah dilakukan KPU termasuk di dalamnya KPU Kabupaten/Kota yang sedikit banyak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas demokrasi termanifestasi dalam hal-hal sebagai berikut :
Pertama, budaya politik, budaya politik didefinisikan sebagai sistem kepercayaan, simbol ekspresif, dan nilai nilai yang menggambarkan situasi di mana tindakan politik dilakukan. Lebih lanjut adanya unsur-unsur budaya yang tentu saja berpengaruh terhadap perkembangan budaya itu sendiri termasuk budaya politik. Kepercayaan atau agama, ilmu pengetahuan, Bahasa, kesenian, adat istiadat, mata pencaharian berpengaruh signifikan terhadap budaya politik suatu masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka membangun budaya politik yang unggul KPU termasuk KPU Kabupaten/Kota berada dalam barisan bersama elemen lain. Skor terendah Indonesia pada ranah budaya politik sebesar 5,00 menjadi pekerjaan rumah seluruh elemen bangsa baik di tingkat nasional maupun lokal.
Kedua, kebebasan sipil, kebebasan sipil adalah kebebasan mendasar yang dijamin oleh konstitusi yang melindungi individu dari campur tangan pemerintah yang memastikan individu menerima perlakuan yang sama dan perlindungan dari diskriminasi. Dedikasi KPU dengan seluruh strukturnya (termasuk KPU Kabupaten/Kota) dalam memberikan perlakuan yang sama (tanpa diskriminaatif) kepada seluruh masyarakaat pemilih dalam layanan kepemiluannya harus tetap dipelihara dan menjadi salah satu prioritas; yang juga dilakukan oleh lembaga atau institusi lain sebagai lembaaga layanan publik memberikan layanan tanpa diskriminatif. Sehingga kebebasan sipil yang berada pada skor 5,29 pada tahapan selanjutnya mengalami peningkatan.
Ketiga, proses elektoral dan pluralisme, proses elektoral sebagai konsekuensi adanya pergantian kepemimpinan dalam suatu masyarakat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan komposisi yang membentuk struktur masyarakat. Persinggungan pelbagai budaya, suku, agama, ras, adat istiadat, tingkat pendidikan, pendapatan, menjadi menu yang pasti menyertai proses elektoral tersebut. Skor 7,92 harus dipelihara untuk selanjutnya ditingkatkan dengan cara tetap menjaga proses elektoral berjalan on the track sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku sehingga menghasilkan pemimpin yang bukan hanya diterima secara elektoral tetapi juga berimplikasi kemaslahatan.
Keempat, partisipasi politik, partisipasi politik sejatinya bukan hanya pada tahapan pemungutan suara tetapi juga pada tahapan-tahapan lainnya baik dalam pemilu maupun pemilihan, karena undang-undang dan peraturan derivatifnya menjamin hal tersebut. Bahkan perlu diingat pula bahwa partisipasi politik bukan hanya dalam pemilu atau pemilihan saja tetapi dalam pelbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat. Skor 7,22 akan terjaga bahkan meningkat jika partisipasi politik menjadi komitmen bersama yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kelima, berfungsinya pemerintahan, berfungsinya pemerintahan dalam masyarakat demokrasi dewasa ini merupakan antitesa dari paradigma lama. Paradigma baru yang menempatkan penyelenggara pemerintahan sebagai pelayan masyarakat berimplikasi terhadap aksesibilitas terhadap informasi-informasi publik dan keterlibatan kelompok-kelompok atau organisasi masyarakat dalam ikut serta memberikan layanan sehingga keterjangkauan layanan pemerintah menjadi semakin dekat dengan masyarakat. Fungsi pemerintahan yang efektif dan efisien merupakan salah satu implikasi dari kondisi yang tercipta dengan hadirnya kelompok atau organisasi masyarakat sebagai penyambung kepentingan. Skor 6,79 adalah skor untuk dipelihara dan ditingkatkan dengan menjaga pola hubungan yang sudah berlangsung antar domanin publik dengan domain pemerintah yang juga harus merambah pada domain lainya yang disebut kolaborasi pentahelix. Kolaborasi akademisi, bisnis (pengusaha), masyarakat, pemerintah, dan media. KPU RI termasuk KPU Kabupaten/Kota dalam kegiatan pelayanannya melibatkan para stakeholder untuk menunjang kesuksesan kegiatan tahapan maupun non tahapan.
Perjuangan membalikkan keadaan memang merupakan proses yang melelahkan, namun perlu diingat bahwa tidak ada hal yang sia-sia yang dikerjakan untuk kebaikan, kemanfaatan, dan kemaslahatan umat manusia. Kontribusi kebaikan yang dilakukan oleh siapapun sejatinya akan kembali pada pelakunya itu sendiri. Wallahu‘a’lam.